Aoh K. Hadimaja atau Aoh Kartahadimadja,
(lahir di Bandung, Jawa Barat, 15 September1911 – meninggal 17 Maret 1973 pada
umur 61 tahun), adalah seorang penulis Indonesia. Sastrawan yang kadang-kadang
menuliskan namanya dengan Aoh K. Hadimaja atau A.K. Hadimaja itu tak lain abang
(lain ibu) dari penyair Ramadhan KH.
Meninggalkan seorang isteri dan 4 orang anak, Aoh telah meninggal dalam usia 62
tahun hari Sabtu pagi 17 Maret 1973, di rumahnya di Cipete Jakarta dan
dimakamkan di Karet -- di mana Chairil Anwar, Trisno Sumardjo, Usmar Ismail dan
Djamaluddin Malik bersemayam.[1]
Walaupun oleh kalangan
sastra karangan-karangan Aoh umumnya dinilai sebagai tidak terlalu menonjol
namun agaknya ia telah bekerja keras. Sebagian besar dari waktunya ia
pergunakan untuk menulis, sampai-sampai ia pun lama membujang. Dan perjaka tua
yang tahun 1959 -- 1970 menjadi penyiar BBC London untuk kegiatan-kegiatan
kebudayaan Indonesia itu, ketika kawin terpaksa diwakili adiknya Ramadhan KH
yang kemudian mengantarkan sang pengantin puteri dari Bandung ke London menemul
suaminya. Penyakit
paru-paru (konon plus jantung dan darah tinggi) telah lama diidapnya. Pada 1937 ia pernah beristirahat di sanatorium Cisarua. Di sinilah calon pengarang tamatan MULO yang lahir di Bandung tanggal 15 September 1911 dan sempat menjadi employe perkebunan Parakan Salak Sukabumi itu, banyak membaca buku sastra dan agama - terutama karangan-karangan HAMKA, yang kemudian dikatakannya sebagai gurunya. Di zaman Jepang ia bergabung dengan seniman-seniman dalam Pusat Kebudayaan Jepang di Harmoni Jakarta. Duduk semeja dengan D. Djajakusuma, saat itu ia sempat bertekad membuat tulisan-tulisan di bawah tanah menyongsong kelahiran Republik Indonesia. Hasil perlawatannya ke Sumatera (1950-1952) di mana ia banyak berdiskusi dengan pengarang-pengarang muda di sana, dibukukan dalam Beberapa Paham Angkatan 45 yang terbit tahun 1952. Dan tahun itu juga, sementara ia bekerja sebagai penterjemah di Sticusa Amsterdam (1952--1956), bukunya Manusia dan Tanahnya diterbitkan. Sebagai wartawan PIA dan Star Weekly, tahun 1957 Aoh menghadiri upacara proklamasi kemerdekaan Malaya di Kuala Lumpur. Di tengah kesibukannya sebagai redaksi Pustaka Jaya, sepanjang tahun 1972 ia sempat menulis telaah puisi untuk rubrik Khatulistiwa dari harian Indonesia Raya. Tahun itu terbit dua buah bukunya, masing-masing Seni Mengarang, dan Aliran Klasik, Roulantik dan Realisme dalam Kesusasteraan, di samping membimbing kedua puterinya menulis puisi bahasa Inggeris untuk majalah Window on the World yang terbit di Bandung. Berdasarkan beberapa pertimbangan karena prestasi sastranya, Pemerintah menganugerahkan Anugerah Seni 1972 kepadanya. Dua buah kumpulan puisinya - Pecahan Ratna dan Di Bawah Kaki Kebesaran - yang semula dimuat dalam majalah Pustaka Raya (1946) telah memenangkan hadiah sastra Balai Pustaka (1947). Tahun 1950 kumpulan itu terbit sebagai buku dengan naskah drama, Lakbok, di bawah judul Zahra. Sebagian isinya dimuat dalam Anthropology of Modem Indonesian Poetry (1964) karangan Burton Raffel. Cetakan kedua diterbitkan oleh Pustaka Jaya (1971) Serasa-rasa tak lama lagi aku akan menutup mata selama-lamanya, bunyi salah-satu baris puisinya dalam Pecahan Ratna yang bertahun 1944. Dan di rumahnya di Cipete, tersimpan naskah romannya yang iidak selesai. [1]
paru-paru (konon plus jantung dan darah tinggi) telah lama diidapnya. Pada 1937 ia pernah beristirahat di sanatorium Cisarua. Di sinilah calon pengarang tamatan MULO yang lahir di Bandung tanggal 15 September 1911 dan sempat menjadi employe perkebunan Parakan Salak Sukabumi itu, banyak membaca buku sastra dan agama - terutama karangan-karangan HAMKA, yang kemudian dikatakannya sebagai gurunya. Di zaman Jepang ia bergabung dengan seniman-seniman dalam Pusat Kebudayaan Jepang di Harmoni Jakarta. Duduk semeja dengan D. Djajakusuma, saat itu ia sempat bertekad membuat tulisan-tulisan di bawah tanah menyongsong kelahiran Republik Indonesia. Hasil perlawatannya ke Sumatera (1950-1952) di mana ia banyak berdiskusi dengan pengarang-pengarang muda di sana, dibukukan dalam Beberapa Paham Angkatan 45 yang terbit tahun 1952. Dan tahun itu juga, sementara ia bekerja sebagai penterjemah di Sticusa Amsterdam (1952--1956), bukunya Manusia dan Tanahnya diterbitkan. Sebagai wartawan PIA dan Star Weekly, tahun 1957 Aoh menghadiri upacara proklamasi kemerdekaan Malaya di Kuala Lumpur. Di tengah kesibukannya sebagai redaksi Pustaka Jaya, sepanjang tahun 1972 ia sempat menulis telaah puisi untuk rubrik Khatulistiwa dari harian Indonesia Raya. Tahun itu terbit dua buah bukunya, masing-masing Seni Mengarang, dan Aliran Klasik, Roulantik dan Realisme dalam Kesusasteraan, di samping membimbing kedua puterinya menulis puisi bahasa Inggeris untuk majalah Window on the World yang terbit di Bandung. Berdasarkan beberapa pertimbangan karena prestasi sastranya, Pemerintah menganugerahkan Anugerah Seni 1972 kepadanya. Dua buah kumpulan puisinya - Pecahan Ratna dan Di Bawah Kaki Kebesaran - yang semula dimuat dalam majalah Pustaka Raya (1946) telah memenangkan hadiah sastra Balai Pustaka (1947). Tahun 1950 kumpulan itu terbit sebagai buku dengan naskah drama, Lakbok, di bawah judul Zahra. Sebagian isinya dimuat dalam Anthropology of Modem Indonesian Poetry (1964) karangan Burton Raffel. Cetakan kedua diterbitkan oleh Pustaka Jaya (1971) Serasa-rasa tak lama lagi aku akan menutup mata selama-lamanya, bunyi salah-satu baris puisinya dalam Pecahan Ratna yang bertahun 1944. Dan di rumahnya di Cipete, tersimpan naskah romannya yang iidak selesai. [1]
Rujukan
Pranala luar