Wartawan Indonesia dan mantan Duta Besar RI
Sabam Siagian. JP/Nurhayati
Sabam Pandapotan Siagian (lahir di Jakarta, 4 Mei 1932) adalah wartawan Indonesia dan Duta Besar RI di Australia periode 1967-1973[1].
Karena orangtuanya menginginkan dia menjadi sarjana hukum – selain pendeta – ia masuk ke Fakultas Hukum dan Ilmu-ilmu Sosial Universitas Indonesia. Karena tidak terlalu tertarik ia memutuskan untuk pindah ke Akademi Dinas Luar Negeri (ADLN) yang akhirnya tidak selesai juga. Sempat mengikuti pendidikan ilmu politik di Vanderbilt University, Nashville, Tennessee, Amerika Serikat, namun itu pun tidak ia selesaikan. Kemudian pada 1978, ia mengikuti program Nieman Fellow for Journalism dari Harvard University, Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat. Sepulang dari New York, Amerika Serikat, ia ingin terjun ke bisnis, karena Sabam merasa sudah memiliki koneksi di Amerika. Tetapi waktu itu, Sinar Harapan sedang melakukan reorganisasi besar-besaran. Kebetulan, ayahnya, Pendeta Siagian, salah satu pemegang sahamnya sehingga akhirnya untuk pertama kalinya ia terjun ke dunia jurnalisme yang sesungguhnya.
Selain itu pada tahun 1950-an, ia pernah mengelola majalah milik Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI). Kemudian bersama beberapa teman, antara lain Wicaksono dan Alwi Dahlan, ia ikut menggagaskan penndirian Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia.
Pada pertengahan tahun 1960-an, ia bekerja di bagian riset perwakilan Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Ia juga menyandang tanda kehormatan bintang jasa utama. Setelah usai dari karier diplomat-nya ia kembali ke dunia pers dan berkutat di Suara Pembaruan sebagai presiden komisaris dan The Jakarta Post dan termasuk dalam Dewan Tajuk Rencana. Ia juga menjadi ketua Indonesia-Australia Business Council selama nenerapa waktu.
Pada 1983, ia kerap mengupas masalah internasional di The Jakarta Post, koran berbahasa Inggris yang turut didirikannya. Sebagai jurnalis senior, ia tentunya banyak bergaul dengan kalangan diplomat di Jakarta.