Kelahiran 1904

Sugondo Djojopuspito
tokoh pemuda tahun 1928 yang memimpin Kongres Pemuda Indonesia Kedua
Sugondo Djojopuspito (lahir di Tuban, Jawa Timur, 22 Februari 1904 – meninggal di Yogyakarta, 23 April 1978 pada umur 74 tahun) adalah tokoh pemuda tahun 1928 yang memimpin Kongres Pemuda Indonesia Kedua dan menghasilkan Sumpah Pemuda, dengan motto: Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa: Indonesia.
Latar Belakang dan Pendidikan

Sugondo Djojopuspito [2] lahir di Tuban, 22 Februari 1904 bapaknya bernama Kromosardjono adalah seorang Penghulu dan Mantri Juru Tulis Desa di kota Tuban, Jawa Timur. Pendidikan HIS (Sekolah Dasar 7 tahun) tahun 1911-1918 di kota Tuban. Tahun 1919 setelah lulus HIS pindah ke Surabaya untuk meneruskan ke MULO (Sekolah Lanjutan Pertama 3 tahun) tahun 1919-1921. Selama di Surabaya mondok bersama Soekarno di rumah HOS Cokroaminoto. Setelah lulus MULO, tahun 1922 melanjutkan sekolah ke AMS afdeling B (Sekolah Menengah Atas bagian B - paspal - 3 tahun) di Yogyakarta tahun 1922-1924. Di Yogyakarta mondok di rumah Ki Hadjardewantoro Jl. Wirogunan (sekarang Jl. Tamansiswa).
Setelah lulus AMS tahun 1925 melanjutkan kuliah ke Batavia (Jakarta) pada RHS (Rechts Hooge School - didirikan tahun 1924 - Sekolah Tinggi Hukum - Fakultas Hukum Universitas Indonesia sekarang). Selama mahasiswa hidup sulit hanya punya satu baju, yang harus dicuci dulu kalau mau kuliah. Kuliah di RHS hanya mencapai tingkat P (propadeus - sekarang D2)

Perjuangan
Sumpah Pemuda "28 Oktober 1928"
Pada waktu semua orang ikut dalam organisasi pemuda, pemuda Sugondo masuk dalam PPI (Persatuan Pemuda Indonesia - dan tidak masuk dalam Jong Java). Pada tahun 1926 saat Konggres Pemuda I, Sugondo ikut serta dalam kegiatan tersebut. Tahun 1928, ketika akan ada Konggres Pemuda II 1928, maka Sugondo terpilih jadi Ketua atas persetujuan Drs. Mohammad Hatta sebagai ketua PPI di Negeri Belanda dan Ir. Sukarno (yang pernah serumah di Surabaya) di Bandung. Mengapa Sugondo terpilih menjadi Ketua Konggres, karena beliau adalah anggota PPI (Persatuan Pemuda Indonesia - wadah pemuda independen pada waktu itu dan bukan berdasarkan kesukuan.
Saat itu Mohammad Yamin adalah salah satu kandidat lain menjadi ketua, tetapi dia berasal dari Yong Sumatra (kesukuan), sehingga diangkat menjadi Sekretaris. Perlu diketahui bahwa Moh. Yamin adalah Sekretaris dan juga salah satu peserta yang mahir berbahasa Indonesia (sastrawan), sehingga hal-hal yang perlu diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia yang benar tidak menjadi hambatan (seperti diketahui bahwa notulen rapat ditulis dalam bahasa Belanda yang masih disimpan dalam museum).
Konggres Pemuda 1928 yang berlangsung tanggal 27-28 Oktober 1928 di Jakarta menghasilkan Sumpah Pemuda 1928 yang terkenal itu, di mana Para Pemuda setuju dengan Trilogi: Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa: Indonesia. Selain kesepakatan ini, juga telah disepakati Lagu Kebangsaan: Indonesia Raya ciptaan Wage Rudolf Supratman. Dalam kesempatan ini, WR Supratman berbisik meminta izin kepada Sugondo agar boleh memperdengarkan Lagu Indonesia Raya ciptannya. Karena Konggres dijaga oleh Polisi Hindia Belanda, dan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan (misalnya Konggres dibubarkan atau para peserta ditangkap), maka Sugondo secara elegan dan diplomatis dengan bisik-bisik kepada WR Supratman dipersilahkan memperdengarkan lagu INDONESIA RAYA dengan biolanya, sehingga kata-kata Indonesia Raya dan Merdeka tidak jelas diperdengarkan (dengan biola). Hal ini tidak banyak yang tahu mengapa WR Supratman memainkan biola pada waktu itu.

Masa Kebangkitan Nasional 1928-1942
Pada masa Kebangkitan Nasional aktif dalam organisasi pemuda dan sebagai guru pada Perguruan Rakyat dan Perguruan Taman Siswa. Sekitar tahun 1935 bekerja pada Kantor Statistik yang beralamat di Jl. Sutomo - Pasar Baru. Ia mondok di rumah pegawai pos bersama beberapa pegawai pos Pasar Baru lainnya di Gang Rijksman (Rijswijk), sehingga ia bisa membaca majalah Indonesia Merdeka terbitan Perhimpunan Indonesia di Negeri Belanda yang dilarang masuk ke Indonesia. Pada tahun 1937 sebagai jurnalis ikut mendirikan dan dipercaya memimpin (sebagai Direktur yang pertama, sedangkan Adam Malik menjadi Wakil Direktur/Redaktur) Kantor Berita Antara yang beralamat di Jl. Pos Utara No. 53 - Pasar Baru.
Tahun 1934 menikah dengan penulis Suwarsih (Suwarsih Djojopuspito). Kakak iparnya adalah Mr. A.K.Pringgodigdo, suami dari kakak isterinya.
Pada tahun 1936 Sugondo pindah ke Semarang dan mengajar di sekolah Taman Siswa, sedangkan isterinya bekerja di sekolah pimpinan Drs. Sigit. Tahun 1938 Sugondo diterima menjadi guru di Handels Cologium Ksatria Institur (Sekolah Dagang Ksatria) pimpinan Dr. Douwes Dekker.

Masa Penjajahan Dai Nippon 1943-1945
Pada masa penjajahan Jepang, bekerja sebagai pegawai Shihabu (Kepenjaraan) yang berkantor di Jl. Cilacap Jakarta Pusat, dan tinggal di Jl. Serang No. 13, Jakarta Pusat.

Masa Revolusi Fisik 1945-1950
Pada masa revolusi aktif dalam Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) (beranggotakan 28 orang saja). Pada masa RIS, dalam Negara Republik Indonesia dengan Acting Presiden Mr. Assaat, Sugondo diangkat dalam Kabinet Halim sebagai Menteri Pembangunan Masyarakat.

Setelah RIS tahun 1950
Setelah tahun 1950, meskipun usianya masih 46 tahun, memilih pensiun, membaca buku dan sering bertemu dengan rekan seperjuangan dalam dan luar negeri. Pernah Presiden Sukarno (sebagai kawan yang pernah sepondokan) tahun 1952 meminta beliau datang ke Jakarta untuk diberi jabatan penting, tetapi beliau menolak. Kawan dekat beliau adalah Romo Mangun (Y. B. Mangunwijaya) yang sering bertandang, karena bertetangga dekat dengan Seminari Yogyakarta di Kota Baru di mana beliau menghabiskan waktu sehari-harinya di rumahnya yang di Kota Baru juga. Pada tahun 1978 wafat kemudian dimakamkan di Pemakamam Keluarga Besar Tamansiswa Taman Wijayabrata di Celeban, Umbulharjo - Yogyakarta.

Penghargaan Pemerintah
Bintang Jasa Utama

Atas jasa pada masa pemuda dalam memimpin Sumpah Pemuda, maka oleh Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1978 diberikan Tanda Kehormatan Republik Indonesia: berupa Bintang Jasa Utama.

Belum Diakui Sebagai Pahlawan Nasional
Sudah banyak pelaku sejarah setelah 1928 yang mendapat pengakuan Pahlawan Nasional, namun beliau hingga kini belum mendapat pengakuan Pahlawan Nasional, mengingat setiap tahun peristiwa Sumpah Pemuda 1928 selalu diperingati secara resmi.

Teman Baik Mr. Soenario
Dia adalah teman baik dari Sunario Sastrowardoyo dan mendirikan bulan Desember 1928 sebuah Perguruan Rakyat di Jakarta. Karena kedekatan dengan Mr. Soenario, maka anak Sugondo kemudian diberi nama Sunaryo.

Keluarga
Suwarsih Djojopuspito, (1912-1977), isteri, adalah seorang wanita Sunda yang menulis novel dalam 3 bahasa (Sunda, Belanda, Indonesia)
Sunartini Djanan Chudori, SH (almarhum, 1935-1996), anak pertama, aktivis LBH Yogyakarta
Sunarindrati Tjahyono, SH, (22 Februari 1937, tanggal kelahiran sama dengan bapaknya), anak kedua, pensiunan Bank Indonesia, sekarang bekerja sebagai Direktur Bank Mizuho Jakarta
Ir. Sunaryo Joyopuspito, M.Eng. (lhr 1939), anak ketiga, pensiunan Departemen Perhubungan, sekarang guru musik di Jakarta (piano dan biola)

Soeman Hs
seorang Sastrawan
Soeman Hasibuan (lahir di Bengkalis, Riau, 4 April 1904 – meninggal di Pekanbaru, Riau, 8 Mei 1999 pada umur 95 tahun) atau lebih di kenal dengan nama Soeman Hs adalah seorang Sastrawan dari Riau asal Tapanuli. Ia digolongkan sebagai sastrawan dari Angkatan Balai Pustaka.
Pendidikan
Belajar di Sekolah Melayu Gouevernement Inlandsch School (GIS), sederat Sekolah Dasar tahun 1912.
Sekolah Calon Guru (Normaal Cursus) di Medan.
melanjutkan ke Normal School (sekolah guru yang sebenarnya) di Langsa, Aceh Timur dan selesai 1923.

Karier
Guru Bahasa Indonesia di HIS (sekolah Belanda) di Siak Sri Indrapura. Tahun 1930.
Menjadi Kepala Sekolah Melayu dan Penilik Sekolah di Pasir Pengarayan.
Menjadi Komandan Pangkalan Gurilla (KPG) Rokan Kanan. Tahun 1950.
Menjabat sebagai Kepala Jawatan Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Kabupaten Kampar, berakhir tahun 1960.
Menjadi anggota Badan Pemerintahan Harian (BPH) merangkap sebagai kepala Bagian Keuangan di Kantor Gubernur Riau

Karya-karya
Suman Hs menggemari sastra ketika ia masih belajardi Sekolah Melayu dan memperoleh inspirasi dengan banyak membaca buku di perpustakaan. Akhirnya Soeman Hs memberanikan diri untu memulai menulis di beberapa majalah dan harian.
Beberapa tulisan nya berbentuk Roman dan Cerpen yang di terbitkan oleh Balai Pustaka di antara:
Kasih Tak Terlarai, terbitan Balai Pustaka, Jakarta tahun 1930.
Percobaan Setia, terbitan Balai Pustaka, Jakarta tahun 1931.
Mencari Pencuri Anak Perawan, terbitan Balai Pustaka, Jakarta, tahun 1932.
Kasih Tersesat, terbitan Balai Pustaka, Jakarta, tahun 1932.
Kawan Bergelut (kumpulan cerpen), terbitan Balai Pustaka, Jakarta, tahun 1938.
Tebusan Darah, terbitan Dunia Pengalaman, Medan tahun 1939.
"Pertjobaan Setia" (1940)
"Mentjari Pentjuri Anak Perawan" (1932)
"Kasih Ta' Terlarai" (1961)
"Kawan Bergelut" (kumpulan cerpen)
"Tebusan Darah"

Ki Sarmidi Mangunsarkoro
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia 1949 - 1950
Ki Mangunsarkoro atau Sarmidi Mangunsarkoro (lahir 23 Mei 1904 – meninggal 8 Juni 1957 pada umur 53 tahun) adalah pejuang di bidang pendidikan nasional, ia dipercaya menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia pada tahun 1949 hingga tahun 1950.
Ki Sarmidi Mangunsarkoro lahir 23 Mei 1904 di Surakarta. Ia dibesarkan di lingkungan keluarga pegawai Keraton Surakarta. Pengabdian Ki Sarmidi Mangunsarkoro kepada masyarakat, diawali setelah ia lulus dari Sekolah Guru 'Arjuna' Jakarta langsung diangkat menjadi guru HIS Tamansiswa Yogyakarta. Kemudian pada Th 1929 Ki Sarmidi Mangunsarkoro diangkat menjadi Kepala Sekolah HIS Budi Utomo Jakarta. Satu tahun kemudian, atas permintaan penduduk Kemayoran dan restu Ki Hadjar Dewantara, ia mendirikan Perguruan Tamansiswa di Jakarta. Perguruan Tamansiswa di Jakarta itu sebenarnya merupakan penggabungan antara HIS Budi Utomo dan HIS Marsudi Rukun yang dua-duanya dipimpin oleh Ki Sarmidi Mangunsarkoro, dan dalam perkembangannya Perguruan Tamansiswa Cabang Jakarta mengalami kemajuan yang pesat hingga sekarang.
Pada upacara Penutupan Kongres atau Rapat Besar Umum Tamansiswa yang pertama di Yogyakarta pada 13 Agustus 1930, Ki Sarmidi Mangunsarkoro bersama-sama Ki Sadikin, Ki S. Djojoprajitno, Ki Poeger, Ki Kadiroen dan Ki Safioedin Soerjopoetro atas nama Persatuan Tamansiswa seluruh Indonesia menandatangani ‘Keterangan Penerimaan’ penyerahan ‘Piagam Persatuan Perjanjian Pendirian’ dari tangan Ki Hadjar Dewantara, Ki Tjokrodirjo dan Ki Pronowidigdo untuk mewujudkan usaha pendidikan yang beralaskan hidup dan penghidupan bangsa dengan nama ‘Tamansiswa’ yang didirikan pada 3 Juli 1922 di Yogyakarta. Sebagai salah satu orang yang terpilih oleh Ki Hadjar Dewantara untuk memajukan, menggalakkan serta memodernisasikan Tamansiswa yang berdasarkan pada rasa cinta tanah air serta berjiwa nasional, Ki Sarmidi Mangunsarkoro mempunyai beberapa pemikiran demi terlaksananya cita-cita pendidikan Tamansiswa.
Selanjutnya pada tahun 1931 Ki Sarmidi Mangunsarkoro ditugasi untuk menyusun Rencana Pelajaran Baru dan pada tahun 1932 disahkan sebagai ‘Daftar Pelajaran Mangunsarkoro’. Atas dasar tugas tersebut maka pada tahun 1932 itu juga ia menulis buku ‘Pengantar Guru Nasional’. Buku tersebut mengalami cetak ulang pada tahun 1935. Dalam ‘Daftar Pelajaran Mangunsarkoro’ yang mencerminkan cita-cita Tamansiswa dan Pengantar Guru Nasional itu di dalam arus pergerakan nasional di Indonesia khususnya di Asia pada umumnya, dapat disimpulkan pemikirannya mewakili salah satu aspek dari kebangunan nasionalisme yaitu aspek kebudayaan, yang pada hakikatnya merupakan usaha menguji hukum-hukum kesusilaan dan mengajarkan berbagai pembaharuan disesuaikan dengan alam dan zaman. Dua aspek lainnya adalah aspek sosial ekonomis yaitu usaha meningkatkan derajat rakyat dengan menumbangkan cengkeraman ekonomi bangsa-bangsa Eropa Barat, sedangkan pada aspek politik yaitu usaha merebut kekuasaan politik dari tangan Pemerintah Kolonialisme Belanda.
Perjuangan Ki Sarmidi Mangunsarkoro dalam bidang pendidikan, di antaranya pada tahun 1930-1938 menjadi Anggota Pengurus Besar Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI) dan penganjur gerakan Kepanduan Nasional yang bebas dari pengaruh kolonialisme Belanda. Selanjutnya pada tahun 1932-1940 ia menjabat sebagai Ketua Departemen Pendidikan dan Pengajaran Majelis Luhur Tamansiswa merangkap Pemimpin Umum Tamansiswa Jawa Barat. Pada tahun 1933 Ki Sarmidi Mangunsarkoro memegang Kepemimpinan Taman Dewasa Raya di Jakarta yang secara khusus membidangi bidang Pendidikan dan Pengajaran.
Pada tahun 1947 Ki Sarmidi Mangunsarkoro diberi tugas oleh Ki Hadjar Dewantara untuk memimpin penelitian guna merumuskan dasar-dasar perjuangan Tamansiswa, dengan bertitik tolak dari Asas Tamansiswa 1922. Dalam Rapat Besar Umum Tamansiswa Tahun 1947 hasil kerja ‘Panitia Mangunsarkoro’ bernama Pancadarma itu diterima dan menjadi Dasar Tamansiswa, yaitu: Kodrat Alam, Kemerdekaan, Kebudayaan, Kebangsaan, dan Kemanusiaan. Ki Sarmidi Mangunsarkoro semakin dikenal di lingkungan pendidikan maupun di lingkungan politik melalui Partai Nasional Indonesia (PNI). Ki Sarmidi Mangunsarkoro pada tahun 1928 ikut tampil sebagai pembicara dalam Kongres Pemuda 28 Oktober 1928 menyampaikan pidato tentang ‘Pendidikan Nasional’, yang mengemukakan bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan dan dididik secara demokratis, serta perlunya keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Ki Sarmidi Mangunsarkoro pernah terpilih menjadi Ketua PNI Pertama sebagai hasil Kongres Serikat Rakyat Indonesia (SERINDO) di Kediri dan menentang politik kompromi dengan Belanda (Perjanjian Linggarjati dan Renvile). Sewaktu terjadi agresi Belanda II di Yogyakarta, Ki Sarmidi Mangunsarkoro pernah ditahan IVG dan dipenjara di Wirogunan. Pada waktu Kabinet Hatta II berkuasa pada Agustus 1949 sampai dengan Januari 1950, Ki Sarmidi Mangunsarkoro mendapat kepercayaan menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan (PP dan K) RI. Sewaktu menjabat Menteri PP dan K, beliau mendirikan dan meresmikan berdirinya Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) di Yogyakarta, mendirikan Konservatori Karawitan di Surakarta, dan ikut membidani lahirnya Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Kepercayaan Pemerintah terhadap reputasi dan dedikasinya kepada Negara, membawa Ki Sarmidi Mangunsarkoro kembali dipercaya menjadi Menteri PP dan K RI pada masa Kabinet Halim sejak Januari 1950 sampai September 1950, dan beliau berhasil menyusun dan memperjuangkan di parlemen Undang Undang No 4/1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah untuk seluruh Indonesia. UU No 4/1950 itu disahkan dan sekaligus menjadi Undang Undang Pendidikan Nasional pertama.
Pribadi Ki Sarmidi Mangunsarkoro yang tetap sederhana, berpikiran dan berwawasan kebangsaan dan rasa nasional yang tebal tercermin dalam penampilannya sehari-hari yang selalu memakai peci agak bulat, kumis tebal, kemeja Schiller putih serta bersarung Samarinda serta memakai sandal. Penampilan yang sangat sederhana, beliau terapkan juga pada waktu menjadi Menteri PP dan K, yaitu tidak mau bertempat tinggal di rumah dinas menteri. Apabila menghadiri acara jamuan kepresidenan, di jalan raya maupun pergi ke Jakarta yang selalu tidak ketinggalan memakai sarung dan peci.
Di sepanjang hidupnya, Ki Sarmidi Mangunsarkoro menulis beberapa buku-buku mengenai pendidikan nasional, kebudayaan dan juga politik. Hal ini seiring dengan perhatian beliau yang begitu besar pada ketiga bidang tersebut. Buku-buku tulisan beliau antara lain :
1. Pendidikan Nasional (Keluarga, Jogjakarta, 1948)
2. Masjarakat Sosialis (Pelopor, Jogjakarta, 1951)
3. Dasar-Dasar Pendidikan Nasional (Pertjetakan Keluarga, 1951)
4. Kebudajaan Rakjat (Usaha Penerbitan Indonesia, 1951)
5. Dasar Sosiologi dan Kebudajaan untuk Pendidikan Indonesia Merdeka(Prapancha, Jogjakara, 1952)
6. Ilmu Kemasjarakatan (Prapancha, 1952)
7. Sosialisme, Marhaenisme dan Komunisme (Wasiat Nasional, Jogja, 1955)
8. Inti Marhaenisme (Wasiat Nasional, Jogja, 1954)
9. Guru Tak Berkarakter ratjun Masjarakat : Sumbangan dari Kementerian Penerangan RI oentoek guru Nasional yang Membentuk Djiwa Nasional (ditulis bersama dg Asaat gelar Datuk Mudo, Kementerian Penerangan RI, kata Pengantar 1950)
10. Dasar Sosisologi dan Kebudajaan untuk Rakjat Indonesia (Prapancha, 1952
Ki Sarmidi Mangunsarkoro wafat 8 Juni 1957 di Jakarta, dimakamkan di makam Keluarga Besar Tamansiswa '''‘Taman Wijaya Brata’''', Celeban, Yogyakarta. Atas jasa-jasanya, Alm Ki Sarmidi Mangunsarkoro menerima beberapa tanda jasa Bintang Mahaputra Adipradana dari Pemerintah, dan juga penghargaan dari Tamansiswa dan rakyat.

Masjkur
Menteri Agama Indonesia 1947-1949, 1953-1955
K.H. Masjkur (EYD : Masykur, lahir di Malang, Jawa Timur, 30 Desember 1904 – meninggal 19 Desember 1994 pada umur 89 tahun) adalah Menteri Agama Indonesia pada tahun 1947-1949 dan tahun 1953-1955. Ia juga pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI tahun 1956-1971 dan anggota Dewan Pertimbangan Agung pada tahun 1968.
Keterlibatannya dalam perjuangan kemerdekaan menonjol di zaman pendudukan Jepang, sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Masjkur juga tercatat selaku pendiri Pembela Tanah Air (Peta) -- yang kemudian menjadi unsur laskar rakyat dan TNI -- di seluruh Jawa. Ketika pertempuran 10 November 1945, namanya muncul sebagai pemimpin Barisan Sabilillah.
Pendidikan
Pesantren Siwalan Panci, Jawa Timur (4 tahun) Pesantren Tebuireng, Jawa Timur (1y1/2y tahun)
Madrasah Mamba'ul Ulum, Jamsaren, Solo (7 tahun)
Pesantren Kiai Cholil, Bangkalan, Madura (1 tahun)
Pesantren Ngamplang, Garut, Jawa Barat (1y1/2y tahun)

Karier
Ketua Cabang NU, Malang (1926-1930)
Anggota PB NU (1930-1945)
Ketua Umum PB NU (1950-1956)
Ketua Golongan Islam DPR/MPR (1957*1971)
Ketua I PB NU (1957*1959)
Ketua Umum Pusat Sarbumusi (1960*1969)
Rois Awal PB NU (1963*1972)
Ketua Dewan Pertimbangan Pusat PPP/Wakil Presiden PPP (1973* 1985)
Rois Tsani PB Syuriah NU (1979*1984)
Mustasyar PB NU (1984*sekarang)
Pendiri Peta di Jawa (1943*1945)
Anggota Pengurus Latihan Kemiliteran di Cisarua (1944*1945)
Pimpinan Tertinggi Hizbullah Sabilillah (1945)
Anggota PP Legiun Veteran RI (1975)
Ketua III Dewan Harian Nasional Angkatan 45 (1976*1994)
Anggota PPKI (1944)
Anggota KNIP (1945*1946)
Anggota Dewan Pertahanan Negara (1946*1948)
Menteri Agama RI (1948*1950)
Kepala Kantor Urusan Agama Pusat (1950*1953)
Menteri Agama RI (1953*1955)
Anggota DPR (1956*1960)
Anggota DPRGR (1960*1971)
Biro Politik Kotrar (1962*1966)
Anggota DPA (1968)
Kegiatan Lain
Dewan Kurator Universitas Islam Indonesia (1948- 1955)
Dewan Kurator Perguruan Tinggi Ilmu Quran (1977-1994)
Ketua Yayasan Universitas Islam Malang (Unisma) 1980-1994

Sriwati Masmundari
pelukis damar kurung
Sriwati Masmundari (Kampung Telogo Pojok, Gresik, Januari 1904–25 Desember 2005) adalah seorang seniman Indonesia. Ia dikenal sebagai pelukis damar kurung (sejenis lampion). Karya Masmundari umumnya mengambil objek kehidupan sehari-hari. Hal-hal yang dilihatnya, misalnya pesta pernikahan, Lebaran, atau penggusuran, ditorehkan pada kertas lukis yang dibentuk menyerupai lampion. Gaya inilah yang kemudian dikenal dengan sebutan damar kurung. Alirannya cenderung bersifat naratif, bahkan naif. Ini dapat dilihat, misalnya, melalui penggunaan simbol anak panah untuk menggambarkan angin.
Masmundari pernah memperoleh beberapa penghargaan, termasuk undangan ke Istana Negara dari Presiden Soeharto. Karyanya menjadi koleksi sejumlah pecinta seni.
Ia meninggalkan seorang anak dan lima cucu.

Kasman Singodimedjo
Jaksa Agung Indonesia 1945-1946
Mr. Kasman Singodimedjo (lahir di Poerworedjo, Jawa Tengah, 25 Februari 1904 – meninggal di Jakarta, 25 Oktober 1982 pada umur 78 tahun) adalah Jaksa Agung Indonesia periode 1945 sampai 1946 dan juga mantan Menteri Muda Kehakiman pada Kabinet Amir Sjarifuddin II. Selain itu ia juga adalah Ketua KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) yang menjadi cikal bakal dari DPR.

R.M. Suwandi
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia1955-1956
R.M. Suwandi (25 Oktober 1904 - ???) adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia pada tahun 1955 hingga tahun 1956 pada Kabinet Burhanuddin Harahap.

Fakih Usman
Menteri Agama Indonesia 1952-1953
Fakih Usman (lahir di Gresik, 2 Maret 1904 – meninggal di Indonesia, 3 Oktober 1968 pada umur 64 tahun) adalah Menteri Agama Indonesia pada tahun 1952-1953 pada Kabinet Wilopo. Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai Ketua PP Muhammadiyah.